Gagal Eksekusi Rumah, Swardi Aritonang Selaku Kusa Hukum : Kapolda Metro Jaya Diminta Evaluasi Kinerja Kapolres AKBP Sarly Sollu

0

TANGERANG, (HK) – Proses eksekusi yang dilakukan Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang terhadap sebidang tanah dan rumah di Perumahan Astek, Jalan Keuangan Blok A 108, Kelurahan Lengkong Gudang Timur, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten pada Rabu (10/3/2022) berujung gagal.

Penyebabnya, pihak Kepolisian meminta Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang dan Swardi Aritonang selaku Kuasa Hukum Termohon, Fahra Rizwari untuk menunda eksekusi.

Peristiwa tersebut terjadi sesaat Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang membacakan Surat Penetapan Eksekusi Pengosongan dan Penyerahan Nomor 118/PEN.EKS/2021/PN.TNG yang ditandatangani Ketua Pengadilan Negeri Tangerang, H Minanoer Rachman pada tanggal 14 Februari 2022.

Dalam surat tersebut, Pengadilan Negeri Tangerang menyebutkan Fahra Rizwari sebagai pemilik dari sebidang tanah dan bangunan sesuai dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 112/ Lengkong Gudang seluas 315 meter persegi sesuai dengan Risalah Lelang Nomor 410/23/2020 tanggal 22 September 2020.

“Berdasarkan Surat Penetapan jelas klien kami sebagai pemenang lelang yang telah dilaksanakan di KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) Tangerang. Pihak Pengadilan juga sudah menerbitkan Surat Peringatan kepada Termohon, tetapi hingga eksekusi dilakukan Termohon tidak juga meninggalkan rumah,” jelas Swardi Aritonang pada Kamis (10/3/2022).

Namun, Kapolres Tangerang Selatan AKBP Sarly Sollu yang datang ke lokasi eksekusi justru meminta pihaknya untuk menunda eksekusi.

AKBP Sarly Sollu beralasan penghuni rumah, yakni Puri Ganilawati dan kedua anaknya tengah menjalani isolasi mandiri lantaran terkonfirmasi covid-19.

“Demi kemanusiaan saya minta ditunda,” ungkap AKBP Sarly Sollu.

Terkait hal tersebut, Aritonang menjelaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan Puskesmas kecamatan Serpong yang telah menghadirkan perawat dan dokter ke lokasi eksekusi.

Mereka diungkapkannya akan memindahkan penghuni rumah ke lokasi isolasi mandiri yang lebih layak.

Namun, lanjutnya, penghuni rumah tetap menolak, dan menutup kamar.

Mereka tetap bersikeras tak ingin meninggalkan rumah yang bukan lagi milik mereka.

Bahkan, pemilik rumah justru menghadirkan massa untuk melakukan penghadangan ketika Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang melakukan eksekusi.

“Saya akan proses ini, terus terang saya kecewa. Kami tidak dilindungi pak, harusnya dibela putusan ini, ini melaksanakan hukum pak,” ungkap Aritonang.

“Kami membela putusan, tapi tidak membela perbuatan yang melawan hukum,” sanggah AKBP Sarly Sollu.

“Yang mana yang melawan hukum pak, Bapak jangan asal bilang perbuatan yang melawan hukum,” tanya Aritonang.

Aritonang menyebutkan, penolakan yang berujung aksi dorong yang dilakukan massa justru dinilainya sebagai perbuatan yang melawan hukum.

Sebab tak hanya melukai, tetapi juga menghalangi proses eksekusi yang dilakukan Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang.

“Tugas aparat menjaga keamanan kami di sini, saya pikir begitu. Kalau saya dipukul orang terjadi apa-apa di sini, saya akan permasalahkan polisi, ke mana?,” tanya Aritonang.

“Saya sudah didorong-dorong, saya biarkan. Dipukul pun saya terima, itu sudah menjadi resiko dari tanggung jawab saya,” ungkapnya.

Pernyataan Aritonang rupanya tak digubris AKBP Sarly Sollu.

Dirinya tetap meminta Kuasa Hukum Pemohon dan Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang untuk menunda eksekusi.

“Dengan hati nurani, berilah kesempatan, ini manusia. Kalau keluargamu digituin gimana?” sanggah AKBP Sarly Sollu.

“Loh bukannya begitu, di sini Ketua Pengadilan yang berwenang, bukan Kapolres. Sampaikan ke Pengadilan kalau seperti itu, jangan kepada kami-Pemohon. Saya sudah dimaki-maki, didorong – dorong, aparat tidak ada,” jelas Aritonang.

“Tidak ada yang membela-tidak ada yang berpihak, kita harus menjadi penengah, kita tawarkan jalan yang terbaik,” balas AKBP Sarly Sollu.

Mengakhiri perdebatan, Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang dan pihak termohon akhirnya memutuskan untuk meninggalkan lokasi eksekusi.

Eksekusi pun ditunda sesuai dengan keinginan AKBP Sarly Sollu hingga sepekan mendatang.

Kapolda Metro Jaya Diminta Evaluasi Kinerja Kapolres

Terpisah, Swardi mempertanyakan keputusan AKBP Sarly Sollu yang menunda eksekusi.

Sebab menurutnya, aparat Kepolisian seharusnya lebih mendukung pelaksanaan eksekusi dengan menjaga keamanan.

“Kami meminta Kapolda untuk evaluasi kinerja Kapolres yang menunda eksekusi, padahal eksekusi sesuai hukum,” ungkap Swardi.

“Klien kami keberatan dan dirugikan dengan gagalnya eksekusi. Kami keberatan dengan Kapolres yang menunda eksekusi dan belum ada kepastian waktu untuk keluar dari rumah yang merupakan hak klien kami,” jelasnya.

(Ar)